Dibandingkan negara-negara lain, aktivitas tenaga kerja wanita (TKW) di
Hongkong jauh lebih banyak dan dinamis. Para pekerja migran itu punya
jatah libur rutin. Biasanya mereka jalan-jalan dan bikin acara di Victoria Park.
"Makanya, kalau kita mau bikin acara cukup gampang, apalagi TKW di
Hongkong punya koordinator, majalah, dan situs di internet," kata James
Chu, warga Tionghoa asal Banyuwangi, yang sejak 1970-an menetap di
Hongkong. Selain berbisnis, James yang juga musisi ini sudah merilis
beberapa album pop Jawa.
Belum lama ini James Chu dipercaya sebagai bintang tamu sekaligus juri
lomba menyanyi yang diikuti para TKW alias buruh migran Hongkong.
Antusiasme masyarakat Indonesia di sana luar biasa. "Mereka datang
ramai-ramai untuk mendukung jagoannya masing-masing. Suasananya heboh
kayak konser artis terkenal saja," cerita James ketika berlibur ke
Surabaya.
Meski sehari-hari para wanita Indonesia itu bekerja sebagai pramuwisma
alias pembantu rumah tangga, kemampuan bernyanyi sebagian besar peserta
lomba karaoke itu di atas rata-rata. Bahkan, tidak kalah dengan
penyanyi-penyanyi dangdut di tanah air. "Mereka memang sering nyanyi dan
joget bareng di Victoria Park. Dandanan mereka pun bagus-bagus," puji
James.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, para buruh migran ini paling banyak
memilih lagu dangdut dan koplo. Jenis musik khas Indonesia ini sangat
cocok untuk berjoget ria. Maka, ketika peserta lomba tampil di atas
panggung para penonton dan suporter berjoget bersama. "Suasana seperti
itu yang membuat kami di Hongkong sulit melupakan Indonesia," kata pria
yang merantau sejak akhir 1960-an itu.
Siapa pemenangnya? James mengaku lupa nama-nama pemenang kontes karaoke
itu. "Yang jelas, juara pertama gadis asal Indonesia timur yang hitam
manis. Suaranya benar-benar bagus sehingga dia layak jadi juara," kata
James yang pernah menggelar konser di Jakarta dan Surakarta itu.
Selain lomba karaoke, menurut James, warga Indonesia di Hongkong juga
pernah beberapa kali mendatangkan artis dari Indonesia. Acara-acara
hiburan seperti itu dinilai efektif untuk refreshing para TKW yang
setiap hari sibuk dengan pekerjaan di rumah majikan. Mereka juga bisa
bersosialisasi satu sama lain karena memang tidak mudah bisa bertatap
muka meskipun sama-sama bekerja di kota yang sama.
Seperti James Chu, di Hongkok terdapat cukup banyak warga Tionghoa
kelahiran Indonesia yang sukses jadi pengusaha. Mereka umumnya hijrah
dari tanah air menyusul pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1959 yang melarang warga negara asing melakukan bisnis di luar kota
kabupaten. Nah, saat itu sebagian orang Tionghoa masih berstatus warga
negara asing.
James sendiri merantau sebagai kuli di kawasan Wuhan, Tiongkok, sembari
mengembangkan bakat musiknya. Dia kemudian menjadi warga negara Tiongkok
sebelum pindah ke Hongkong. Meski berstatus WNA, James dan kawan-kawan
selalu menyisihkan waktu untuk pulang ke Jawa Timur. "Kangen sekali
kalau nggak berlibur ke Indonesia. Apalagi saya ini kan alumnus sekolah
Tionghoa di Surabaya," katanya. (*)
sumber : http://hurek.blogspot.com/