Orang Indonesia yang ingin bekerja di Hongkong WAJIB mempelajari bahasa
Kanton (Cantonese) ketimbang Mandarin. Sebab, bahasa Mandarin sebetulnya
jarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di rumah.
"Memang untuk acara-acara formal bahasa Mandarin dipakai di Hongkong.
Tapi kalau untuk komunikasi sehari-hari dengan majikan di rumah ya harus
Cantonese. Kalau kita nggak bisa Cantonese ya nggak bisa bekerja," kata
Rini Hidayat, mantan buruh migran Hongkok, belum lama ini.
Saat ini ribuan warga negara Indonesia bekerja di Hongkok. Sebagian
besar menjadi pekerja domestik alias pembantu rumah tangga. Tak sekadar
memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak majikan, hampir
semua TKW harus mengurusi lansia yang tidak lain orangtua majikan.
Nah, lansia-lansia ini tidak bisa berbahasa Inggris atau Mandarin, tapi
bahasa Kanton. Bahasa Cantonese ini sebetulnya serumpun dengan bahasa
Mandarin, tapi lebih rumit karena nadanya jauh lebih banyak. Kalau
bahasa Mandarin hanya punya empat nada, bahasa Kanton punya sembilan
nada. Karena itu, nada bicara masyarakat Hongkong jauh lebih keras
daripada bahasa Mandarin di daratan Tiongkok.
"Karena kerja di Hongkong, maka mau tidak mau kita harus belajar bahasa
Cantonese. Tulisannya mirip Mandarin tapi ucapannya jauh berbeda dengan
bahasa Mandarin," kata Rini.
Beberapa mantan TKW Hongkong menyebut Cantonese itu ibarat bahasa Jawa,
sedangkan Mandarin sebagai bahasa Indonesia baku. Meskipun bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi di Indonesia, kenyataannya orang-orang
Surabaya dan kota-kota lain lebih banyak menggunakan bahasa Jawa di
rumah.
"Bahkan, saat saya kerja di HK, saya tidak pernah mendengar bahasa
Mandarin di rumah. Acara-acara televisi juga pakai bahasa Cantonese,"
tambah Fatma, mantan TKW asal Madiun.
Sejak 1997 Hongkong kembali ke pangkuan Tiongkok. Sejak itu Beijing
terus melakukan mandarinisasi dengan tujuan menyatukan bahasa nasional
dengan bahasa Tionghoa dialek Beijing yang dikenal sebagai bahasa
Mandarin. Namun, warga HK cuek saja.
sumber : http://hurek.blogspot.com