Siapa sangka sosok di balik kesuksesan madu Arba’in adalah mantan tenaga kerja Indonesia (TKI). Sukarna, pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 40 tahun silam, ini pernah menghabiskan waktu 2,5 tahun di Arab Saudi sebelum sukses dengan bisnisnya saat ini.
Berkat kerja keras dan keuletannya, madu Arba’in telah menghiasi
tokotoko dan apotek di hampir seluruh wilayah Indonesia. Lulus dari
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret
(UNS) Solo 1994 lalu, cita-cita Sukarna sebenarnya ingin menjadi
dosen.Untuk itu dia pun berniat meneruskan pendidikan S-2 dengan harapan
dapat mengajar di almamaternya. Namun, di sisi lain, penyandang gelar
sarjana pendidikan ini juga dituntut orang tuanya untuk segera bekerja.
Bekerja akhirnya dipilih Sukarna lantaran untuk meneruskan kuliah S-2
tidak memiliki biaya. "Selain kuliah, waktu itu saya juga ingin
memperdalam ilmu agama agar seimbang dengan ilmu lain yang saya peroleh
saat kuliah," kenang Sukarna. Dia kemudian memutuskan bekerja sebagai
TKI di Arab Saudi.Pertimbangannya,selain bekerja,dia bisa memperdalam
ilmu agama. Selama 2,5 tahun Sukarna bekerja di sebuah restoran cepat
saji. Tidak hanya dapat mengumpulkan uang, dia juga mampu menjalankan
ibadah umrah dan haji.
Kembali ke Tanah Air, pria yang tinggal di Jalan Pakis Gang Jago RT
3/14, Kampung Cemani, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, ini
tidak langsung menekuni usaha berjualan madu. Dia menjadi guru STM di
Sukoharjo.Dengan profesinya itu pula dia berani menikah. "Waktu itu,
profesi guru sudah cukup mentereng untuk bekal menikah," ujar suami
Ummuzaid ini tersenyum. Pada perjalanannya, menjadi guru di sekolah
swasta ternyata tidak membuatnya betah. Sukarna menilai beban guru
sangat besar, tetapi gaji yang diterima tidak sebanding. Masalah ini
terus mengusik pikirannya.
Hingga suatu saat, setelah mempertimbangkan matang-matang, dia akhirnya
memutuskan mundur meskipun ketika itu belum memiliki rencana akan
bekerja apa setelah tak lagi menjadi pendidik. Namun dari situlah ide
berwirausaha muncul.Usaha yang digeluti pertama kali adalah bidang
konveksi. Dengan modal awal hanya Rp300 ribu, usaha tersebut awalnya
berkembang pesat. Memasuki bulan keenam omsetnya mencapai Rp20 juta.
Tapi usaha ini tidak bertahan lama. Bisnis konveksi gagal akibat mitra
usaha terus menunggak pembayaran. Dianggap tak lagi prospektif,Sukarna
memutuskan banting setir mencari usaha lain."Waktu itu dana yang tersisa
tinggal Rp200 ribu. Uang itu saya belanjakan madu dengan harapan akan
saya jual kembali," kenang Sukarna.
Mengapa memilih usaha madu? Setidaknya ada tiga alasan yang
dikemukakannya. Pertama,madu direkomendasikan Alquran dan Hadis.Kedua,
usaha bidang kesehatan tidak mengenal musim dan ketiga, harga madu dari
waktu ke waktu selalu naik. Madu yang didapatkan dari sekitar Solo
tersebut lantas dikemas dalam ukuran kecil.Madu inilah yang dia tawarkan
ke toko-toko,apotek, dan sejumlah temannya.
Sayang, tawaran itu belum mendapat respons positif.Alasannya, madu yang
dia jual tidak terkenal. Belajar dari pengalaman itu,Sukarna berpikir
untuk membuat brand baru dengan harapan produk madunya bisa diterima
semua kalangan. Sukarna pun meminta temannya membuatkan label untuk
ditempel di produk madunya. "Teman saya itu kemudian meminta nama merek
untuk label tersebut," ujar Sukarna.
Dia pun berpikir untuk mencarinama yang mudah diingat dan dapat diterima
semua masyarakat. Ditemukanlah kata ”Arba’in”. Nama ini lantas menjadi
merek produk madunya sejak 2002. Madu Arba’in dikemas dengan ukuran 250
mililiter (ml) hingga 600 ml. ”Dengan label dan merek baru, apotek dan
toko mulai dapat menerima meski belum semua,”ujarnya. Dengan semangat
tinggi dan kesabaran, madu Arba’in produksinya sedikit demi sedikit
mulai dikenal masyarakat.
Sukarna juga tak lelah mempromosikan produknya, mulai dari ikut
berpameran hingga memajangnya di pusat perbelanjaan. Sukarna menuturkan,
memasuki tahun ketiga,semua apotek sudah familier dengan madu Arba’in.
Bahkan memasuki tahun kelima, banyak apotek yang menelepon untuk
dikirimi produk madunya. Untuk memenuhi permintaan, awalnya dia hanya
memiliki dua karyawan. Saat ini, sudah puluhan karyawan yang membantu
usahanya tersebut. Semakin tingginya permintaan itu juga membuat dirinya
memutuskan untuk melebarkan sayap bisnis.
Sukarna melakukan ekspansi usaha ke Yogyakarta.Untuk mendukung strategi
bisnis tersebut, pada 2009 Sukarna mengakses perbankan, dalam hal ini
BNI Syariah. Dengan sistem murabahah atau jual beli kredit, Sukarna
mendapat pinjaman senilai Rp380 juta dengan durasi pinjaman tiga tahun.
Uang itu dia gunakan untuk membuka cabang di Yogyakarta dan Bandung.
Sukarna mengakui,bantuan keuangan dari BNI Syariah tersebut dirasakan
benar-benar bermanfaat. Pasalnya, usaha madu menggunakan sistem
konsinyasi sehingga butuh dana besar.
Artinya, produk dia titipkan terlebih dahulu di apotek, toko, dan
lainnya di mana pembayaran dilakukan setelah laku. Hingga saat ini
produk madu Arba’in telah terdistribusi di hampir semua wilayah di
Indonesia, mulai dari Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara Barat hingga Papua. Madu Arba’in dijual dengan harga termurah
Rp22.500 hingga termahal berupa madu impor dari Yaman Rp650 ribu.
Menurut Sukarna, usaha ini terus berkembang. Seiring kesuksesan itu,
Sukarna merambah bisnis lain. Didasarkan pada filosofi ”jangan menaruh
telur dalam keranjang yang sama”, dia tidak terpatok pada usaha
penjualan madu.
”Sejak 2009 saya sudah merancang bisnis franchise (waralaba) es madu
yang sudah laku tujuh gerai,” paparnya. Tidak hanya itu, Sukarna juga
mengembangkan waralaba untuk brand yang lain, yakni pop corn dan teh
segar. Bahkan, pada tahun ini dirinya kembali meluncurkan waralaba baru,
yakni kue leker-kue maryam-terang bulan manis. Dengan beragamnya usaha
yang dijalankan, ke depan dia berharap jika satu usaha mengalami
kemunduran, bidang usaha lain dapat berkembang.
Disinggung tentang kendala dalam menjalankan usaha madu Arba’in dan
bisnis waralabanya, Sukarna menyebut harga bahan baku yang sering tidak
terkendali. Sebab, terkadang petani madu sering mengalami gagal panen.
Madu Arba’in merupakan produk madu randu. Bahan bakunya dia ambil dari
luar daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Sumatera, serta
Kalimantan.
Bahkan,ada juga bahan baku yang diambil dari Thailand,Mesir,dan Yaman. ”Saat ini bahan baku masih mudah. Namun, ada kalanya susah didapat,”ujarnya. Sukarna menambahkan, kunci kesuksesan yang dia raih selama ini memang tidak mudah. Selain harus fokus,seorang pengusaha harus sabar terhadap semua kendala, kreatif, serta harus selalu inovatif. Ke depan, dia tetap optimistis usahanya dapat berkembang.
Bahkan,ada juga bahan baku yang diambil dari Thailand,Mesir,dan Yaman. ”Saat ini bahan baku masih mudah. Namun, ada kalanya susah didapat,”ujarnya. Sukarna menambahkan, kunci kesuksesan yang dia raih selama ini memang tidak mudah. Selain harus fokus,seorang pengusaha harus sabar terhadap semua kendala, kreatif, serta harus selalu inovatif. Ke depan, dia tetap optimistis usahanya dapat berkembang.
Sumber : euro.okezone.com