Mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tahun 90-an itu mulai tersenyum ketika merasakan tali senarnya kencang karena umpannya disambar ikan.
Uh...Uh... kena..! kata Narto seraya mengangkat joran.
Seekor ikan gabus sebesar lengan tangan menggelepar terkena pancing setelah mematuk umpan dari ulat bumbung.
"Alhamdulillah, lumayan sudah dapat dua ekor ikan gabus," kata lelaki asal Lamongan Jawa Timur itu.
Sunarto mengaku Memancing, adalah kegiatan untuk mengisi waktu selepas menanam padi.
Bagi bapak dua anak itu, memancing juga bisa menjadi sarana untuk
mencari inspirasi dan menambah ilmu pengetahuan melalui membaca
buku-buku tentang berkebun kelapa sawit.
Memancing merupakan kebiasaan yang dilakukan Sunarto setelah pulang dari
"Negeri Jiran" Malaysia menjadi TKI yang diperkerjakan di bangunan
gedung dan apartemen.
Tiga setengah tahun Sunarto berjibaku dengan alat berat di Malaysia membangun beberapa apartemen dan gedung bertingkat.
Selama merantau, gaji yang diterima dikirimkan kepada keluarganya,
terutama kedua orangtuanya di Lamongan untuk keperluan hidup sehari-hari
dan sebagian dibelikan sapi.
Sedikitnya enam ekor sapi yang berhasil dibeli selama Sunarto menjadi TKI di negeri Jiran Malaysia.
Diujung masa kontraknya berakhir, Sunarto pulang ke kampung halamannya di Lamongan.
Selain rindu kepada kedua orangtua, keluarga dan teman-temannya,
kepulangannya ke Indonesia juga karena surat dari teman dekat yang masih
setia menunggu di Pantai Hambawang, Barabai, Hulu Sungai Tengah,
Kalsel.
Setelah melepas kerinduan dengan orangtua, dan keluarganya di Lamongan,
Sunarto mendatangi Norafiah, teman dekatnya semasa bersama-sama menjadi
karyawan pabrik plywood PT Basirih di Banjarmasin 1993.
Tujuanya tidak lain dan tidak bukan, hanyalah ingin meminang Norafiah kepada orangtuanya di Barabai.
Tidak membuang-buang waktu, lulusan SMA Sambeng, Lamongan itu
melangsungkan pernikahannya dengan perempuan berambut ikal dan berkulit
sawo matang.
Tahun pertama menjadi warga Barabai, Sunarto mengaku, canggung dan
merasa serba salah apa yang akan dikerjakan, bertani atau berdagang.
Meski dilahirkan dari keluarga petani, Sunarto masih belum siap untuk menjadi petani seperti nenek moyangnya.
Saat berkunjung ke tempat keluarganya di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan
Selatan, Sunarto sempat ditawari kerabatnya untuk membeli sebidang lahan
kosong seharga kurang dari Rp5 juta.
Meski dalam hatinya masih ragu, Sunarto tetap menyetujui tawaran tersebut.
"Itung-itung membantu keluarga," kata Sunarto mengenang.
Dalam perjalannya, Sunarto memutuskan hidup di Kota Kotabaru.
Ia bersama istrinya boyongan dari Barabai, ke Kotabaru untuk mengadu nasib bersama keluarga yang lainnya.
Untuk menghidupi keluarganya, Sunarto mengisi hari-harinya dengan mengayuh becak di Kota Kotabaru.
Sunarto berkeyakinan, hanya dengan ijazah SMA, tidak banyak yang bisa dilakukan, terlebih untuk menjadi pegawai negeri.
"Makanya saat itu saya langsung membeli becak agar tidak menyewa," kata Sunarto yang kini telah dikarunia dua orang putri.
Di sebuah petakan rumah berukuran 10 meter X 4 meter di sebuah gang buntu, Sunarto mengawali perjuangannya di Kota Kotabaru.
Dari sebagian uang hasil menarik becak suaminya, Norafiah kumpulkan untuk ditabung.
"Selama saya di Kotabaru sering didatangi warga yang akan menjual lahan,
dan saat itu pula saya tidak bisa menolak dan langsung saya beli,"
ujarnya.
Ia selanjutnya memutuskan untuk menjual sapi yang sudah menjadi delapan
ekor itu untuk membeli kebun kelapa sawit di Kelumpang Selatan Kotabaru.
Sedikitnya lima paket, atau sekitar 10 hektare kebun kelapa sawit yang sudah dibeli Sunarto dari hasil menjadi TKI di Malaysia.
"Kebun-kebun sawit itu kini telah menghasilkan," ujar Sunarto.
Dari hasil kebun kelapa sawit itu pula, Sunarto kini telah memiliki
beberapa hektare sawah di Barabai, untuk ditanami padi dan palawija.
Jadi Miliaran Rupiah.
Selain ditabung, hasil kebun sawit juga digunakan untuk membantu keluarganya yang mengalami kesulitan.
Baginya, hidup adalah perjuangan, dan kesuksesan adalah apabila bisa membantu orang lain menjadi lebih baik.
Meski hasil kebun sawitnya berfluktuatif, Sunarto tetap optimistis bahwa
berkebun kelapa sawit menjadi usaha yang paling aman dan bisa
diandalkan dibandingkan dengan usah yang lainnya.
"Berkebun sawit tidak ada pesaingnya, bahkan semakin banyak teman menanam kelapa sawit akan semakin baik," tuturnya.
Karena hamanya berkurang.
Berbeda dengan berdagang atau yang lainnya, jika ada orang yang
sama-sama berusaha jenis yang sama, maka akan menjadi pesaing yang
mengancam.
Selama berkebun sawit, Sunarto bisa pergi kemana-mana, tanpa harus memperhatikan kebun atau khawatir kebun akan terbengkalai.
Karena kebun kelapa sawit Sunarto dikelola Koperasi Unit Desa (KUD)
Gajah Mada yang bekerjasama dengan PT Sinar Kencana Inti Perkasa (SKIP)
dengan pola plasma.
Dalam kondisi baik, setiap bulan, Sunarto mendapatkan hasil dari kebunnya kisaran Rp10.000.000.
Ia mengaku sangat hati-hati dalam mengelola hasil kebun kelapa sawit.
"Kami bercita-cita anak-anak kami yang masih kecil ini bisa sekolah
setinggi-tingginya agar tidak seperti bapaknya sampai menjadi TKI hanya
untuk mempertahankan hidup," harapnya.
Untuk mengembangkan usahanya agar tidak sampai disitu saja, Sunarto berencana untuk membuka usaha yang lainnya.
"Ya seperti mobil, harus ada ban serep, sewaktu-waktu ban kempes, kita bisa menggantinya dengan ban serep," terangnya.
Sewaktu-waktu usaha sawit menurun, harus sudah ada usaha yang bisa menopang.
Yang terpenting mumpung masih kuat dan sehat, kita ciptakan pundi-pundi
pendapatan sebanyak-banyaknya, agar ketika tenaga sudah berkurang
semuanya bisa jalan.
Sunarto mengimbau kepada TKI untuk berhati-hati dalam mengelola uang. Ia
berpesan jangan sampai uang gaji itu digunakan untuk membangun rumah
terlebih berfoya-foya.
"Betapa ruginya menjadi TKI berpisah dengan keluarga, setelah mendapatkan hasil digunakan untuk berfoya-foya," pesan dia.
Oleh karenanya, gunakan uang gaji untuk berinvestasi untuk masa depan keluarga dan semuanya.
Mungkin uang gaji yang dikumpulkan selama menjadi TKI jumlahnya hanya puluhan juta.
Namun setelah dibelikan kebun kelapa sawit, asset Sunarto yang dulu
awalnya kurang dari limapuluh juta Rupiah itu kini telah menjadi
miliaran rupiah.
Sumber : beritadaerah.com
-----------------------------------------------------<(())>-----------------------------------------------------
Lowongan Kerja Kontruksi Malaysia BIAYA GRATIS
- Gaji pokok : RM 40/hari (Sekitar 3.5 juta perbulan), belum termasuk lembur.
- Kontrak kerja : 2 tahun (bisa memperpanjang)
- Permit / levi : Di tanggung TKI sekitar RM 1250 setahun.
- Biaya proses : 1 Juta Rupiah. Bisa Gratis (potong Gaji) dengan ketentuan ada jaminan.
- Potongan biaya : RM 450 x 4 Bulan (Sekitar Rp 1.5 juta selama 4 bulan).
- Persyaratan : Usia min 18 tahun, maksimal 40 tahun
- Fasilitas : Asrama di sediakan.
- Makan : Makan biaya sendiri perbulan sekitar RM 200.
- Pekerjaan & daerah : Membangun pabrik di daerah Johor.
Informasi Lebih Lanjut Silahkan langsung Telepon Ke HP "Pak Agus Asrori "
Maaf Kami Tidak Melayani SMS
Karena Banyaknya Peminat Kami tidak Bisa membalas SMS.
HP : 081 235 491 898 (Simpati).
HP : 087 858 111 096 (XL).
HP : 0856 0802 8600 (IM3)
Karena Banyaknya Penelpon, Jika Telepon Tidak Menyambung Silahkan Mengulang Telepon Lagi.