Paspor adalah dokumen identitas bagi seorang warga negara yang sedang berada di luar negeri. Untuk sekedar berkunjung, belajar ataupun bekerja, seseorang harus memiliki paspor.
Karenanya salah satu syarat utama seorang WNI yang hendak bekerja ke luar negeri adalah memiliki paspor.
Negara kita mempunya aturan yang agak berbeda mengenai paspor. Karena khusus TKI, pemerintah mengeluarkan paspor yang hanya berisi 24 halaman. Paspor semacam ini terutama diberikan pada TKI informal (pembantu rumah tangga, supir pribadi)
Bagaimana dengan TKI formal?
Bila yang membantu urus pembuatan paspor adalah PPTKIS/PJTKI, biasanya sang TKI akan mendapatkan paspor 24 halaman. Tapi banyak pula TKI formal yang mempunyai paspor 48 halaman karena sebelumnya sudah membuat tanpa bantuan PJTKI/PPTKIS.
Sejak dibubarkannya imigrasi khusus TKI di Tangerang, calon TKI ‘diwajibkan’ untuk membuat paspor di imigrasi terdekat di propinsi atau kabupaten dimana sang calon TKI berasal.
Ide yang bagus sebenarnya karena kami, PJTKI/PPTKIS, tidak perlu repot untuk membantu urus proses pembuatan paspor. Verifikasi dokumen langsung ditangani oleh Disonakertrans setempat (yang mengeluarkan rekomendasi) dan imigrasi daerah. Satu masalah berkurang.
Tapi masalah lain menghadang: biaya mahal. Kami, PPTKIS/PJTKI terpaksa harus buka kantor cabang atau kirim petugas ke suatu daerah untuk membantu membuatkan rekomendasi. Selain itu imigrasi daerah suka menetapkan biaya seenaknya. Resminya 255 ribu rupiah. Tak resminya bisa sampai di atas 1 juta!
Memang petugas imigrasi tidak menerima langsung. Juga di setiap kantor imigrasi ada pengumuman berapa harga dan lama proses pembuatan paspor.
Prakteknya, di setiap imigrasi calo berkeliaran. Dan itu memang dibiarkan. Saya berani menuduh demikian karena tak mungkin staf imigrasi tak tahu mana calo mana warga yang hendak membuat paspor.
Lalu bagaimana memberantasnya?
Soal semacam ini hanya imigrasi yang tahu. Toh kalau tak dipelihara dan imigrasi bisa menjalankan aturan yang mereka buat dan tulis di papan pengumuman, semua bisa diurus tanpa calo.
Keluhan yang kerap sampai ke saya adalah bagaimana sulitnya TKI formal untuk membuat paspor. Untuk TKI informal saya tak khawatir karena PJTKI/PPTKIS akan langsung menurunkan petugasnya.
Berikut saran saya:
1. Bawa data yang lengkap: KTP, KK, Akte Kelahiran. Kalau tak punya Akte Kelahiran bisa bawa paspor untuk dijadikan bukti.
2. Pakai pakaian rapi dan saat ditanya di imigrasi katakan saja Anda membuat paspor buat umroh atau jalan-jalan ke Singapura atau Malaysia (sebab sebenarnya tiket pesawat ke negara-negara itu tak lebih mahal dari biaya pesawat ke Medan atau Pekanbaru)
3. Jangan sesekali berkata anda hendak bikin paspor untuk bekerja, sebab kalau begitu Anda terpaksa minta bantuan PJTKI/PPTKIS untuk urus rekomendasi di Disosnakertrans setempat. Kalau PJTKI/PPTKIS itu punya cabang di daerah Anda tak jadi masalah. Tapi kalau tak ada Anda akan kerepotan mengatur jadwal agar bisa bolos kerja dan mengikuti jadwal PJTKI/PPTKIS anda. Dan perlu Anda ketahui, tak semua PJTKI/PPTKIS mau turun ke daerah hanya untuk mengurus satu orang yang hendak membuat paspor.
4. Lalu bagaimana bila anda mengikuti saran no 3 di atas. Apakah penempatan dan pemberangkatan anda bakal ilegal alias di luar prosedur? Tenang saja, setiap penempatan TKI dengan visa kerja, PJTKI/PPTKIS akan membawa paspor anda ke imigrasi pusat di Jakarta untuk mendapatakan endorsement alias pengesahan bahwa paspor anda dibuat untuk bekerja ke luar negeri. Endorsemen itu tertera di salah satu halaman paspor anda.
5. Bila anda punya ijazah diploma atau S1, lebih baik sodorkan itu daripada Akte Kelahiran. Fungsinya? Menyodorkan taji untuk memperlihatkan siapa anda :)
6. Pastikan nama dan tanggal lahir anda tidak ada perbedaan baik di KTP, KK (Kartu Keluarga), Akte Kelahiran ataupun ijazah.
7. Bila punya cukup waktu, usahakan untuk tidak lewat calo.
Jelas sekarang?
Pertanyaan, komentar, kritik, saran dan berbagi pengalaman, silakan ketik di bawah.
sumber : http://pjtkidantki.wordpress.com